Menjamurnya bisnis waralaba asing di Indonesia tampak begitu “wow” karena terlihat sangat sukses. Hitung saja gerai McDonald, Starbucks, dan Seven Eleven yang ada di ibukota. Namun tanpa kita ketahui, ternyata beberapa perusahaan berikut tidak se-“wah” yang kita duga….
Fast Food Kini Berada Di Ujung Tanduk
Beberapa perusahaan fast food di Amerika Serikat mengalami penurunan profit dalam kurun waktu singkat. McDonald juga melihat pergeseran tren yang sekarang menjadi back-to-nature. Awal Januari 2015, McDonald memutuskan membuat iklan yang menyatakan mereka tidak akan pernah menjual produk menggunakan bahan sehat seperti kedelai, Yogurt Yunani dan sayur kale.
Empat bulan kemudian, McDonald memakai kale sebagai bahan salad dan isian burger. Hal ini malah menyebabkan omset McDonald menurun drastis, diikuti penutupan 350 gerai di China, Amerika Serikat, dan Jepang.
Bisnis Clothing Store Mengalami Kejenuhan
Salah satu merek terkenal American Eagle Outfiters terpaksa menutup 150 cabang dalam waktu tiga tahun. Toko lain, Aeropostale malah terpaksa menutup toko mereka di saat muslim liburan, momen di saat konsumen justru banyak berkeluyuran ke mall. Problem yang dihadapi sama: perbedaan selera antara Generasi Y dan Generasi Z berkorelasi dengan penurunan omset. Generasi Z lebih suka ke Zara, H&M, dan Forever 21, sehingga toko-toko yang dahulu digandrungi oleh Generasi Y justru mengalami penurunan penjualan. Kejenuhan ini sangat mungkin terus terulang saat generasi terbaru mulai mendominasi.
Blackberry Sudah Mati
Masih pakai Blackberry? Kabar buruk untuk Anda, karena justru ada kemungkinan Blackberry tidak akan dipakai lagi. Penjualan Blackberry tidak membaik sejak tiga tahun yang lalu. Saat itu perusahaan hanya mendapatkan omset $ 5 miliar dalam setahun. Sejak saat itu, penjualan mereka menurun jadi 43 persen dalam waktu empat bulan. Dari tahun ke tahun, penjualannya semakin menurun menjadi 32 persen, bahkan omset pernah mencapai angka minus.
Amazon Tidak Benar-Benar Untung
Sejak tahun 1994, Amazon terjebak dalam break even point, keadaan dimana perusahaan tidak untung maupun rugi. CEO Amazon, Jeff Bezos menganggap bisnis ini memang belum bisa menghasilkan sesuatu yang sangat besar dalam jangka pendek.
Namun hingga sekarang, kesuksesan belum bisa dinikmati oleh Amazon. Penjualan yang dilakukan mereka pada tahun 2014 adalah sebesar $ 89 miliar, tetapi biaya pengeluarannya juga besar. Awal tahun ini Amazon diberitakan mengalami kerugian sebesar $ 241 juta. Angka yang cukup fantastis mengingat besar omsetnya tahun lalu.
Perusahaan Pay TV Pun Ikut Gigit Jari
Internet tidak hanya membawa dampak positif bagi pemakainya, justru ikut pula memberi dampak negatif. Diberitakan selama empat bulan pertama tahun 2015, hampir 180.000 pemirsa di Amerika mengakhiri masa langganan pay TV. Padahal, empat bulan pertama dalam usaha bisnis biasanya dikenal sebagai masa penjualan paling gencar dilakukan berbagai perusahaan. Semakin banyak orang mengandalkan internet untuk menonton tayangan di luar negeri seperti Game of Thrones, Sherlock, dan Downton Abbey. Layanan yang tidak baik juga salah satu faktor mundurnya industri pay TV. Salah satu yang pernah diberitakan adalah Comcast yang pernah membuat salah satu kustomernya membayar $600 karena mengembalikan alat pay TV pada tahun 2010. Kustomer ini kemudian protes secara online, membuat Comcast mengembalikan uang kustomer tersebut.
Sumber artikel : http://www.cerpen.co.id - http://hello-pet.com
Posting Komentar
0 komentar
Hai Pembaca, silahkan berikan komentar terbaik anda tentang postingan ini Terima kasih...